Sabtu, 27 September 2014

Sejarah Bandung Lautan Api

Bandung Lautan Api

 By: M. Thariq Sultan Deyis

Jendral Mc Donald dari Negara Belanda. Jendral Mc Donald merupakan jendral yang sangat kejam kepada masyarakat Indonesia.pada suatu hari Jendral Mc Donald memuju kawasan Negara Indonesia 
ia pun berkata tentara-tentaraku kita harus menghancurkan kawasan bandung sehingga bandung menjadi lautan api.ia pun dan tentaranya menyerang kota bandung dan jendral A.H Nasution
menyerang J. Mc Donald di saat j mc donald menang pasukan jend. A.H Nasution pun langsung mengalah masyarakat bandung pun ikut melawan sehingga kota bandung menjadi lautan api.

Puisi Tentang Kasih Sayang/ Asuhan/ Alam Janin/ Lahir


Puisi Yang Mengasuh
(Karya: M Thariq Sultan Deyis)

Di alam janin ku sudah lewatkan
saat kini pun aku sedang lakukan
detak-detik tumbuh pun tidak terasa
saat aku masih kecil pun di peluk.

yang mengasuh ku pun terlihat seperti
bidadari sedangkan aku masih
berlumuran darah
tetapi bidadari terlihat cantik.

Resep Jelly Cocopandan santan

 Bahan:

  1. Jelly cocopandan
  2. Santan
  3. Es batu secukupnya
  4. Whipe cream
  5. Strawberry
Cara membuat:
  1. Panaskan air rebusan kedalam panci lalu panaskan sampai mendidih.
  2. Masukkan bubuk jelly cocopandan kedalam air mendidih sampai matang.
  3. Masukkan jelly kedalam gelas \ atau cetakan jelly lalu masukkan ke kulkas sampai jelly matang.
  4. Rebus santan sampai  mendidih lalu letakkan di meja sampai dingin.
  5. Tambahkan santan ke jelly.
  6. Tambahkan es batu sesuai selera.
  7. Tambahkan whipe cream.
  8. Letakkan strawberry di atas whipe cream.
  9. Jelly cocopandan santan siap disajikan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      By : Muhammad Thariq Sultan Deyis                                           
                                   

Rabu, 04 Juni 2014

Cerpen "Mencari Arti Sebuah Hidup"

 Mencari Arti Sebuah Hidup
(Oleh: M Rayhan Sultan Deyis)

Burhan, ya Burhan akulah si Burhan itu, tak terasa memang waktu bagaikan hempasan angin yang sangat kencang, entah sudah berapa kali jarum jam berputar, jantung berdetak, nafas keluar dan masuk. Ya memang begitu hidup bagai air yang mengalir di tengah sungai yang jernih mengelilingi tepi gunung hingga laut lepas yang luas.

Lebih dari 16 tahun sudah ku menginjak bumi ini, melihat, mendengar, merasa dengan berbagai indraku tapi apalah arti sebenarnya hidup ini... Sebuah pertanyaan sederhana yang diriku tak tahu apa jawabnya. Hal itulah yang memulai semua cerita ini.

Diriku memanglah tipe orang yang selalu ingin tahu, bertanya dan selalu ingin tahu apa jawabannya. Sewktu ku kecil saat berusia sekitar 4 tahun ku bertanya kepada bu ninis, guru TKku dulu, dengan polosnya aku bertanya "Bu kita itu apa?" Lalu ibu itu menjawab dengan sabarnya "Kita ini manusia Burhan" jawabnya merasa kurang puas ku bertanya lagi "Untuk apa kita jadi manusia bu?", "Ya untuk mengenal, bermain dan belajar", "Oh, seperti itu ya bu" menutup pembicaraan itu. Ya aku tahu kita di sini untuk main belajar, dan punya teman.

Tapi saat aku berusia 10 tahun benakku berpikir bahwa untuk apa hidup jika hanya untuk bermain, belajar, dan mengenal. Oleh karena itu ku bertanya kepada Mr.Sofyan "Mr, Hidup itu untuk apa?", "Hidup adalah keindahan Burhan, kita bisa merasa, mencium, mendengar, melihat, dan meraba. Hidup itu adalah saling mengasihi satu sama lain", "Oh seperti itu ya mr". Kini ku puas mendengar penjelasan Mr.Sofyan itu memang hidup ini indah.

Detik demi detik berlalu, menit demi menit berhamburan, jam demi jam pergi. Diriku sudah makin besar, 13 tahun usia ku, ya kini ku duduk di bangku SMP berbaju putih dan bercelana biru gelap. Ya setiap hari kujalani hidup ini pergi sekolah, upacara, berorganisasi, bermain dan belajar namun setahun sudah ku duduk di bangku ini ku merasa bahwa hidup ini tidak indah, tak menyenangkan sedikit pun, hanya berbagai masalah yang kutemui setiap harinya, duluku berpikir bah jawaban Mr. Sofyanlah yang paling tepat tapi kini tidak lagi ucapannya tidak sesuai dengan apa yang kualami.

Kini diriku dilanda kebingungan, kepayahan, dan ketidak tahuan akan hidup, ku tak tahu ingin bertanya kepada siapa arti sebuah hidup ini. Namun ada satu orang yang selalu ada untuk menghibur, membantu, dan membuat diriku tetap berani mengahadapi segala tantangan ini, ya dialah satu-satunya orang yang dapat menghibur diriku dan satu-satunya orang yang selalu terbesit dalam pikirku. Di usiaku yang ke empat belas tahun aku sadar bahwa hidup tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata tapi hatilah yang dapat menjelaskan semua berkat dirinya ku tahu apa arti hidup.

Namun di usiaku yang ke lima belas tahun, aku harus pindah ke suatu daerah jauh dari kota ini terpaksa ku harus meninggalkan sekolah tercinta ini di awal semester kelas 9, namun hidup adalah sebuah kenyataan terpaksa ku harus meninggalkan orang yang telah memberi ku arti hidup sebenarnya, sedih menyelimuti perjalananku meninggalkan kota ini tapi apa daya kuharus pergi.

Kini ku berusia enam belas tahun bersekolah jauh dari SMP ku dulu namun masih ada seseorang yang kuingat, seseorang yang memberitahu aku apa arti hidup, oleh karena itu dimasa liburku ini ku bertekad bulat ingin ke Jakarta mencari dirinya, seseorang yang telah memberi tahuku apa arti hidup... Wahai alam kehidupan pertemukanlah karena dirinyalah yang memberitahuku apa arti hidup.

Ya kini ku sedang mencarinya, hanya sebuah tulisan inilah yang mengiringiku dalam mencari dirinya, berharap dapat bertemu dan mengucapkan suatu hal kepada dirinya. Mengucapkan perasaanku.

Selasa, 06 Mei 2014

Puisi / Sajak Tentang Pahlawan Berima

Surat dari Pahlawan
(M Rayhan Sultan Deyis)

Aku,
Ya aku adalah pahlawanmu
Orang yang kau sebut pahlwanmu
Di benak kau

Engkau,
Ya engkau yang ku sebut itu
Yang ku panggil saat itu
Di lisanku

Nak, aku lah diriku
Diri sang pahlawanmu
Bukan pahlawanku
Karena aku tak kenal diriku

Dulu ku kenakan baju loreng kebanggaanku
Dengan lilitan merah putih dilengan ku
Bangga rasanya diriku
Walau tak kenal siapa diriku

Tak ada pikir di benakku
Hanya ada hasrat untuk mengusir itu
Ya itu,
Orang yang merengas harapan ku

Tak ada pikir di balik harapku
Hanya satu harapku
Harap dapat melihatmu
Walau badan kaku membisu

Bawalah perjuanganku dengan tanganmu
Ya tangan mungilmu
Perjuanganku sesuai harapku
Tapi jangan kau remuk remaskan perjuanganku

Selasa, 08 April 2014

Cerpen "Sekolahku Dulu"

 Sekolahku Dulu
(Karya: M Rayhan Sultan Deyis)

Namaku Burhan, kini aku duduk di bangku kuliah di salah satu kampus terkenal di Bandung, kini hanya setumpuk kertas yang bernama skripsi yang perlu ku selesaikan sehingga aku memperoleh gelar sarjana itu, berbekal laptop merah kecil hadiah pemberian ayah sewaktuku masih berusia 9 tahun, tak terasa memang makin lama diriku makin besar.

Burhan itulah namaku, nama pemberian dari seorang ayah yang gemar membaca pula. Aku memiliki 3 adik, 2 laki-laki dan 1 perempuan, sejak kecil orang berkata bahwa aku adalah anak yang pendiam padahal sebenarnya diriku memiliki sejuta perasaaan yang ingin ku ungkapakan, namun bagaimana sejak kecil memang aku sudah terlatih untuk tidak perlu berbicara yang banyak, cukuplah bicara seperlunya.

Ayahku hanyalah seorang pegawai disalah satu bank tak terkenal di jakarta, ibuku hanya sekedar ibu rumah tangga. Namun sejuta kasih sayang mereka berikan kepada diriku dan adik-adikku sehingga cukuplah bagi kami untuk hanya sekedar bercanda ria di rumah, tak perlu pergi ke kota untuk bertamasya ke gedung yang menjulang tinggi itu.

Ya, Burhan nama yang sangat bermakna bagi diriku. Ada sebuah perasaan yang sangat ingin ku lontakan saat aku masih duduk di bangku SMP. Diriku memang bukanlah pendiam hanya saja tidak ingin terlalu mencari sensasi atau ulah. Sahabatku bahkan lebih dari sahabat Nidya namanya sebuah nama yang indah yang selalu terniang dalam pikirku dimanapun. Ia memang berbeda dengan yang lain, seorang anak perempuan yang sangat anggun, periang, namun tak banyak ulah. Suatu saat pernah salah seorang anak baru laki-laki masuk dari utusan kepala katanya berlaga seperti artis papan atas, putih, dan gendut bernama Mustafa mengganggu seorang Nidya, sehingga Nidya pun menceritakan pada diriku, langsung tanpa pikir panjang ku cari anak itu, anak yang sok-sok an berlaga orang metropol itu. Ingin sekali ku tendang rasanya namun, Nidya melarang diriku, ya apa boleh buat memang telalu baik seorang Nidya dia memang anak perempuan yang unik bagiku. Ingin kuungkapkan perasaanku kepada dirinya namun apadaya, diriku tak bisa, mungkin kan kusampaikan saat kuliah nanti.

Sekolah menengah kami merupakan sekolah negeri, terletak di sebelah utara kota metropol ini, setiap pagi lalu lalang mobil dan motor selalu memekakkan telinga. Sekolah yang diakui sebagai sekolah terbaik di Jakarta. Padahal jika perasaanku ingin kulontarkan "Ini hanyalah sekolah dengan casing Iphone isi Cross" Karena memang hanya luarnya saja yang tampak bagus padahal isinya hanyalah kepala dan anggota sekolah yang mengemis duit melalui lembaga pemerintah. Memang tidak adil rasanya, sekolah kami dipimpin oleh seorang ibu benama Yansa ia memang kelahiran darah sumatera, ibu kepala yang selalu memberikan pidatonya panjang lebar bahkan sampai temanku pingsan tetap dirinya semburkan omongannya itu di depan mic hitam di lapangan. Guru BK kami sbenarnya banyak namun hanya 2 yang terkenal sebagai ikon kegarangan guru, laki-laki dan perempuan. Bapak Rama dan Ibu Ina namanya, aku memang gemar ikut berbagai organisasi sampai suatu saat ku berikan proposal kepada beliau namun tak diizinkan tapi ada satu hal yang dapat membuat diri mereka mau menandatangani proposal itu yaitu amplop.

Orang-orang di dalam sekolah itu memang tampak baik dan berwibawa padahal tanpa diketahui, mereka meminta-minta dari kami. Pernah suatu saat ada anak kaya yang berlimpah ruah orang tuanya menghadap kepala sekolah mengatak "Ibu mau apa saja, saya kasih" itu ujar orang tua murid tersebut. Ya memang benar anak itu sangat diprioritaskan di sekolah, semua kebutuhannya dilayani, bahkan konsultasi saja kepala sekolah yang langsung melayani anak itu. Kasihan memang ada temanku bernama Doni ia anak yang sangat pintar Ranking satu didapatnya terus menerus namun tak ada apresiasi dari sekolah sementara anak kaya itu selalu dipamerkan kebaikannya di setiap pidato Bu Yansa itu.

Aneh memang namun apa daya aku tak kan membocorkan rahasia sekolah itu, cukup diriku saja yang tahu melihat teman-teman mendapat perlakuan yang berbeda dari pihak sekolah. Oleh karena itu kuhanya mampu menuliskan perasaan itu di laptop merah pemberian ayahku. Semoga saja pemerintah tahu akan ini.