PERBANDINGAN
TENTARA PELAJAR KOREA SELATAN DENGAN INDONESIA
71 Into the Fire adalah sebuah
film yang mengisahkan perjuangan 71 orang tentara pelajar Korea selatan yang
ditugaskan untuk menjaga wilayahnya dari serangan korea utara. Sekolah Menegah
Putri Pohang menjadi basecamp sekaligus benteng mereka selama perang
berlangsung.
Komandan Kang adalah pemimpin
dari pasukan perang Korea Selatan. Saat itu regu mereka harus berangkat ke
Sungai Nak-Dong untuk mnjalani misi di garda pertahanan utama, untuk
mengantisipasi serangan Korea Utara Komandan Kang memustuskan untuk menambah
pasukan, namun karena keterbatasan prajurit akhirnya ia mengerahkan 71 orang
pelajar yang telah mengikuti wajib militer untuk menahan musuh di daerah Pohang.
Oh Jung Bum adalah mahasiswa
yang terpilih untuk menjadi komandan di batalyon tersebut, ia sosok mahasiswa
yang pendiam, tidak banyak bicara, namun selalu berhati-hati dan
bertanggungjawab. Berbeda dengan Ku Kap Jo adalah salah satu anggota dari batalyon
tersebut, namun ia selalu menentang sang komandan karena dianggap tidak
berpengalaman dan pengecut, berbeda dengan Jung Bum, Ku Kap Jo adalah sosok
mahasiswa yang di kenal sebagai pemimpin gangster, ia pun sudah berpengalaman
dalam membunuh sesorang.
Singkat cerita Pasukan Korea
Utara yang berlandaskan ideologi komunis berusaha merebut kekuasaan Korea
Selatan. Tiba-tiba pasukan Korea Utara memasuki wilayah Pohang, salah satu
pasukan Korea Utara memancing para tentara pelajar yang tidak berpengalaman untuk
masuk ke pusat keberadaan tentara Korea Utara, akhirnya para tentara pelajarpun
berhasil dipancing, meraka semua terpaksa mengangkat senjata, sampai-sampai
terdapat 1 mahasiswa yang berhasil diculik dan diintrogasi. Mahasiswa yang
diintrogasi tersebut akhirnya dibebaskan dengan diantar oleh Komandan Park Mu
Rang yang menyuruh para tentara pelajar untuk menyerah, namun dengan tekad yang
bulat para tentara pelajar tidak menyerah begitu saja, meraka memilih untuk
berperang sampai titik darah penghabisan. Akhirnya komandan Park
mengisnstruksikan pasukannya untuk menyerang Pohang pada pukul 12.00. Para
tentara pelajapun berusah untuk menghubungi komandan Kang untuk meminta
bantuan, namun ternyata Komandan Kang tidak bisa untuk mengirim bantuan karena
kondisi di sungai Nak-Dong sangat keos.
Dengan semangat pantang
menyerah yang tinggi akhirnya ke 71 tentara pelajar tersebut mengerahkan
seluruh kekuatannya, dengan peralatan seadanya mereka berusaha mempertahankan
sekolah menengah putri Pohang.
Akhir cerita, pasukan Korea
Utara kewalahan komandan Park pun terbunuh. Namun nasib yang sama juga menimpa
para tentara pelajar diantarnaya Komandan Batalyon Jung Bum dan Ko Kap Jo yang
mati saat mempertahankan Pohang dari atas Sekolah Menengah Wanita Pohang.
Mereka pun menjadi pahlawan dikarenakan perjuangannya yang meghabisi ratusan
bahkan ribuan tentara Korea Utara.
Berbeda
dengan kisah tentara pelajar di Indonesia. Dimulai saat para pelajar melucuti
senjata jepang. lahirlah organisasi-organisasi pelajar di seluruh daerah.
Selain tentara formal, para pelajar juga membentuk kesatuannya sendiri. Barisan
Keamanan Rakyat (BKR) pelajar pun dibentuk di Surabaya. Pendaftaran dilakukan
pada 22 September 1945, persyaratannya harus berumur 17 tahun. Pasukan ini
terdiri atas 4 staf. Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) maka dengan sendirinya BKR Pelajar berubah nama menjadi TKR
Pelajar pada tanggal 19 Oktober 1945 yang diresmikan oleh komandan TKR Kota
Surabaya, Soengkono.
Tahun 1946 TKR berubah menjadi TRI (Tentara Republik
Indonesia) maka TKR Pelajar pun berubah nama menjadi TRI Pelajar pada tanggal 26 Januari 1946 yang kemudian
dikenal sampai sekarang dengan sebutan TRIP (Tentara Republik Indonesia
Pelajar). Pemusatan pasukan kemudian ditempatkan di Desa Jetis, di mana tempat
tersebut merupakan basis perjuangan para pelajar yang akan menuju garis depan
yang datang dari daerah Kediri, Blitar, Malang, Jember, Madiun, Solo, Jogya,
Bojonegoro dan lain-lain.
.
Tanggal
21 Juli 1947 terjadilah Agresi Belanda I di daerah Besuki dan arah selatan
Malang. Pada 22 Juli 1947 staff Divisi Untung Suropati memberikan arahan kepada
para pemimpin TRIP untuk merencanakan pertahanan Kota Malang. Sebelum serangan
Belanda tiba di Malang, Kota Malang akan dikosongkan dan objek-objek yang vital
akan dibumihanguskan, termasuk kantor telegraf. Pada waktu itu pasukan TRIP
Batalyon 5000 Malang semua anggotanya tersebar di beberapa tempat, pasukan
tempur telah dikirimkan ke garis depan di daerah Porong, Pandaan dan Tretes-Trawas.
Sebagian pasukan masih berada dan tersebar di daerah Malang Selatan untuk
memberikan penerangan kepada rakyat tentang perlunya pertahanan rakyat sebagai
upaya untuk mempersiapkan rakyat menghadapi segala kemungkinan dari musuh.
Sedangkan pasukan lainnya berada di Kota Malang dengan pimpinan Komandan
Batalyon Soesanto.
Tanggal
23 Juli 1947 Brigade KNIL memasuki daerah Lawang, perlawanan dilakukan oleh
rakyat terhadap gerakan ofensif pihak Belanda ini. Terdapat beberapa kelompok
perjuangan yang terlibat dalam penghadangan gerakan Brigade KNIL ini, di
antaranya adalah Pasukan Polisi Perjuangan, laskar-laskar rakyat seperti Laskar
Hizbullah dan Sabilillah yang berpusat di Singosari dan TRIP yang pada saat itu
sedang mempersiapkan basis pertahanan Kota Malang. Keberadaan Brigade KNIL di
daerah Lawang kurang lebih sekitar satu minggu karena menyangka Kota Malang
akan dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati yang memang
memiliki persenjataan yang kuat dan lengkap. Untuk itu mereka mendatangkan bala
bantuan pasukan dari Brigade Marine untuk menyerang Kota Malang.
Di
Kota Malang pada 23 Juli 1947 gedung dan pabrik di Kotalama sudah rata dengan
tanah. Kerusakan besar terjadi di Alun-alun Contong, Gedung BRI, Kantor
Keresidenan, hingga Gedung Rakyat hancur oleh bom-bom yang sengaja dipasang.
Bangunan-bangunan lain yang dihancurkan adalah Hotel Negara (Splendid Inn),
Hotel Palace dan Bioskop Rex. Taktik bumi hangus dilakukan agar Belanda
sekalipun bisa merebut Kota Malang tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan
bangunan yang dibumihanguskan mencapai hampir 1000 gedung.
Tepat
pada pukul 03.00 tanggal 31 Juli 1947, pasukan Belanda mulai menyerbu Kota
Malang dengan kendaraan berat dan persenjataan lengkap. Pasukan Belanda cukup
mudah memasuki Kota Malang sebab kota ini telah dikosongkan oleh Komando Divisi
Untung Suropati dan Kota Malang dinyatakan sebagai kota terbuka. Akan tetapi,
Malang yang telah dibakar dan dikosongkan tak berarti pasukan Belanda bisa
mendudukinya tanpa perlawanan dari rakyat. Perlawanan sengit terjadi sejak
masuk sisi utara Kabupaten Malang, sepanjang jalan raya Lawang-Malang tank-tank
musuh dihadang dengan berbagai rintangan dan pasukan Belanda dihujani senapan
mesin oleh TNI dan laskar-laskar. Pertempuran penghadangan tentara Belanda juga
terjadi di Singosari di mana empat prajurit Belanda menjadi korban jebakan bom.
Di
dalam kota, pasukan TRIP telah bersiaga menghadang pasukan Belanda. Sampai di
Lapangan Pacuan Kuda Betek, Jl. Salak (sekarang Jl. Pahlawan TRIP), terjadi
tembak menembak antara pasukan TRIP dan Belanda. Dalam pertempuran sekitar 5
jam ini TRIP melawan dengan gigih tentara Belanda yang sudah terlatih. Pada
saat itu, tentara Belanda menggunakan persenjataan lengkap dan beberapa tank.
Sementara para pejuang TRIP, hanya memakai senjata yang seadanya. Bahkan dengan
sadis tentara Belanda menabrakkan dan melindas kerumunan tentara TRIP sampai
mereka tewas dengan sebuah tank. Lebih 34 pelajar gugur dan beberapa lainnya
luka-luka tertawan termasuk komandan kompi. Komandan Batalyon 5000, Soesanto,
tertembak di tempat terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja Katolik ketika sedang
mengendarai motor hingga dia menabrak tembok sebuah bangunan. Bukan hanya
tentara pelajar yang menjadi korban. Pelajar yang bukan tentara pun juga jadi
korban. Tentara Belanda terus menyerbu rumah sakit Celaket mencari tentara.
Mereka tidak bisa membedakan antara anggota Palang Merah dan tentara pejuang.
Dua orang anggota Palang Merah Pemuda tertangkap dan dibunuh. Sebuah laporan
menyebutkan salah seorang di antaranya matanya dicungkil.
Karena
Agresi Belanda ini maka Pusat Komando TRIP berpindah ke Gabru, Kediri dan
Madiun. Markas Komando Pusat TRIP berkedudukan di Gabru, Markas Komando I
(gabungan dari Batalyon 1000 dan Batalyon 2000) berkedudukan di Madiun
sedangkan Markas Komando II berasal dari Batalyon 3000 di Kediri.
Para
korban yang gugur tersebut dikubur oleh sekelompok orang yang ditawan Belanda
dalam satu lubang yang tidak jauh dari markas TRIP di Jl. Salak yang kini telah
dirubah menjadi Jl. Pahlawan TRIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa "Tinggalkan Komen Anda Di Sini ↓"