Sabtu, 17 Maret 2018

PERBANDINGAN TENTARA PELAJAR KOREA SELATAN DENGAN INDONESIA


PERBANDINGAN TENTARA PELAJAR KOREA SELATAN DENGAN INDONESIA

71 Into the Fire adalah sebuah film yang mengisahkan perjuangan 71 orang tentara pelajar Korea selatan yang ditugaskan untuk menjaga wilayahnya dari serangan korea utara. Sekolah Menegah Putri Pohang menjadi basecamp sekaligus benteng mereka selama perang berlangsung.
Komandan Kang adalah pemimpin dari pasukan perang Korea Selatan. Saat itu regu mereka harus berangkat ke Sungai Nak-Dong untuk mnjalani misi di garda pertahanan utama, untuk mengantisipasi serangan Korea Utara Komandan Kang memustuskan untuk menambah pasukan, namun karena keterbatasan prajurit akhirnya ia mengerahkan 71 orang pelajar yang telah mengikuti wajib militer untuk menahan musuh di daerah Pohang.
Oh Jung Bum adalah mahasiswa yang terpilih untuk menjadi komandan di batalyon tersebut, ia sosok mahasiswa yang pendiam, tidak banyak bicara, namun selalu berhati-hati dan bertanggungjawab. Berbeda dengan Ku Kap Jo adalah salah satu anggota dari batalyon tersebut, namun ia selalu menentang sang komandan karena dianggap tidak berpengalaman dan pengecut, berbeda dengan Jung Bum, Ku Kap Jo adalah sosok mahasiswa yang di kenal sebagai pemimpin gangster, ia pun sudah berpengalaman dalam membunuh sesorang.
Singkat cerita Pasukan Korea Utara yang berlandaskan ideologi komunis berusaha merebut kekuasaan Korea Selatan. Tiba-tiba pasukan Korea Utara memasuki wilayah Pohang, salah satu pasukan Korea Utara memancing para tentara pelajar yang tidak berpengalaman untuk masuk ke pusat keberadaan tentara Korea Utara, akhirnya para tentara pelajarpun berhasil dipancing, meraka semua terpaksa mengangkat senjata, sampai-sampai terdapat 1 mahasiswa yang berhasil diculik dan diintrogasi. Mahasiswa yang diintrogasi tersebut akhirnya dibebaskan dengan diantar oleh Komandan Park Mu Rang yang menyuruh para tentara pelajar untuk menyerah, namun dengan tekad yang bulat para tentara pelajar tidak menyerah begitu saja, meraka memilih untuk berperang sampai titik darah penghabisan. Akhirnya komandan Park mengisnstruksikan pasukannya untuk menyerang Pohang pada pukul 12.00. Para tentara pelajapun berusah untuk menghubungi komandan Kang untuk meminta bantuan, namun ternyata Komandan Kang tidak bisa untuk mengirim bantuan karena kondisi di sungai Nak-Dong sangat keos.
Dengan semangat pantang menyerah yang tinggi akhirnya ke 71 tentara pelajar tersebut mengerahkan seluruh kekuatannya, dengan peralatan seadanya mereka berusaha mempertahankan sekolah menengah putri Pohang.
Akhir cerita, pasukan Korea Utara kewalahan komandan Park pun terbunuh. Namun nasib yang sama juga menimpa para tentara pelajar diantarnaya Komandan Batalyon Jung Bum dan Ko Kap Jo yang mati saat mempertahankan Pohang dari atas Sekolah Menengah Wanita Pohang. Mereka pun menjadi pahlawan dikarenakan perjuangannya yang meghabisi ratusan bahkan ribuan tentara Korea Utara.
Berbeda dengan kisah tentara pelajar di Indonesia. Dimulai saat para pelajar melucuti senjata jepang. lahirlah organisasi-organisasi pelajar di seluruh daerah. Selain tentara formal, para pelajar juga membentuk kesatuannya sendiri. Barisan Keamanan Rakyat (BKR) pelajar pun dibentuk di Surabaya. Pendaftaran dilakukan pada 22 September 1945, persyaratannya harus berumur 17 tahun. Pasukan ini terdiri atas 4 staf. Tanggal 5 Oktober 1945 BKR berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) maka dengan sendirinya BKR Pelajar berubah nama menjadi TKR Pelajar pada tanggal 19 Oktober 1945 yang diresmikan oleh komandan TKR Kota Surabaya, Soengkono.
http://ib.adnxs.com/seg?add=4263141&t=2Tahun 1946 TKR berubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) maka TKR Pelajar pun berubah nama menjadi TRI Pelajar  pada tanggal 26 Januari 1946 yang kemudian dikenal sampai sekarang dengan sebutan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Pemusatan pasukan kemudian ditempatkan di Desa Jetis, di mana tempat tersebut merupakan basis perjuangan para pelajar yang akan menuju garis depan yang datang dari daerah Kediri, Blitar, Malang, Jember, Madiun, Solo, Jogya, Bojonegoro dan lain-lain.
.
Tanggal 21 Juli 1947 terjadilah Agresi Belanda I di daerah Besuki dan arah selatan Malang. Pada 22 Juli 1947 staff Divisi Untung Suropati memberikan arahan kepada para pemimpin TRIP untuk merencanakan pertahanan Kota Malang. Sebelum serangan Belanda tiba di Malang, Kota Malang akan dikosongkan dan objek-objek yang vital akan dibumihanguskan, termasuk kantor telegraf. Pada waktu itu pasukan TRIP Batalyon 5000 Malang semua anggotanya tersebar di beberapa tempat, pasukan tempur telah dikirimkan ke garis depan di daerah Porong, Pandaan dan Tretes-Trawas. Sebagian pasukan masih berada dan tersebar di daerah Malang Selatan untuk memberikan penerangan kepada rakyat tentang perlunya pertahanan rakyat sebagai upaya untuk mempersiapkan rakyat menghadapi segala kemungkinan dari musuh. Sedangkan pasukan lainnya berada di Kota Malang dengan pimpinan Komandan Batalyon Soesanto.
Tanggal 23 Juli 1947 Brigade KNIL memasuki daerah Lawang, perlawanan dilakukan oleh rakyat terhadap gerakan ofensif pihak Belanda ini. Terdapat beberapa kelompok perjuangan yang terlibat dalam penghadangan gerakan Brigade KNIL ini, di antaranya adalah Pasukan Polisi Perjuangan, laskar-laskar rakyat seperti Laskar Hizbullah dan Sabilillah yang berpusat di Singosari dan TRIP yang pada saat itu sedang mempersiapkan basis pertahanan Kota Malang. Keberadaan Brigade KNIL di daerah Lawang kurang lebih sekitar satu minggu karena menyangka Kota Malang akan dipertahankan mati-matian oleh Divisi VII Untung Suropati yang memang memiliki persenjataan yang kuat dan lengkap. Untuk itu mereka mendatangkan bala bantuan pasukan dari Brigade Marine untuk menyerang Kota Malang.
Di Kota Malang pada 23 Juli 1947 gedung dan pabrik di Kotalama sudah rata dengan tanah. Kerusakan besar terjadi di Alun-alun Contong, Gedung BRI, Kantor Keresidenan, hingga Gedung Rakyat hancur oleh bom-bom yang sengaja dipasang. Bangunan-bangunan lain yang dihancurkan adalah Hotel Negara (Splendid Inn), Hotel Palace dan Bioskop Rex. Taktik bumi hangus dilakukan agar Belanda sekalipun bisa merebut Kota Malang tidak akan mendapatkan apa-apa. Bahkan bangunan yang dibumihanguskan mencapai hampir 1000 gedung.
Tepat pada pukul 03.00 tanggal 31 Juli 1947, pasukan Belanda mulai menyerbu Kota Malang dengan kendaraan berat dan persenjataan lengkap. Pasukan Belanda cukup mudah memasuki Kota Malang sebab kota ini telah dikosongkan oleh Komando Divisi Untung Suropati dan Kota Malang dinyatakan sebagai kota terbuka. Akan tetapi, Malang yang telah dibakar dan dikosongkan tak berarti pasukan Belanda bisa mendudukinya tanpa perlawanan dari rakyat. Perlawanan sengit terjadi sejak masuk sisi utara Kabupaten Malang, sepanjang jalan raya Lawang-Malang tank-tank musuh dihadang dengan berbagai rintangan dan pasukan Belanda dihujani senapan mesin oleh TNI dan laskar-laskar. Pertempuran penghadangan tentara Belanda juga terjadi di Singosari di mana empat prajurit Belanda menjadi korban jebakan bom.
Di dalam kota, pasukan TRIP telah bersiaga menghadang pasukan Belanda. Sampai di Lapangan Pacuan Kuda Betek, Jl. Salak (sekarang Jl. Pahlawan TRIP), terjadi tembak menembak antara pasukan TRIP dan Belanda. Dalam pertempuran sekitar 5 jam ini TRIP melawan dengan gigih tentara Belanda yang sudah terlatih. Pada saat itu, tentara Belanda menggunakan persenjataan lengkap dan beberapa tank. Sementara para pejuang TRIP, hanya memakai senjata yang seadanya. Bahkan dengan sadis tentara Belanda menabrakkan dan melindas kerumunan tentara TRIP sampai mereka tewas dengan sebuah tank. Lebih 34 pelajar gugur dan beberapa lainnya luka-luka tertawan termasuk komandan kompi. Komandan Batalyon 5000, Soesanto, tertembak di tempat terpisah di Jalan Ijen dekat Gereja Katolik ketika sedang mengendarai motor hingga dia menabrak tembok sebuah bangunan. Bukan hanya tentara pelajar yang menjadi korban. Pelajar yang bukan tentara pun juga jadi korban. Tentara Belanda terus menyerbu rumah sakit Celaket mencari tentara. Mereka tidak bisa membedakan antara anggota Palang Merah dan tentara pejuang. Dua orang anggota Palang Merah Pemuda tertangkap dan dibunuh. Sebuah laporan menyebutkan salah seorang di antaranya matanya dicungkil.
Karena Agresi Belanda ini maka Pusat Komando TRIP berpindah ke Gabru, Kediri dan Madiun. Markas Komando Pusat TRIP berkedudukan di Gabru, Markas Komando I (gabungan dari Batalyon 1000 dan Batalyon 2000) berkedudukan di Madiun sedangkan Markas Komando II berasal dari Batalyon 3000 di Kediri.
Para korban yang gugur tersebut dikubur oleh sekelompok orang yang ditawan Belanda dalam satu lubang yang tidak jauh dari markas TRIP di Jl. Salak yang kini telah dirubah menjadi Jl. Pahlawan TRIP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa "Tinggalkan Komen Anda Di Sini ↓"